Kehidupan Akademik di Kampus: Advisor Edition

Posted by Eki , Wednesday, January 16, 2013


Januari 2013. Semester pertama saya di Wesleyan University telah usai. Melanjutkan pendidikan ke level yang lebih tinggi, tentunya saya dihadapkan dengan pelbagai hal-hal baru, apalagi saya memutuskan untuk menuntut ilmu di tanah perantauan, belasan ribu kilometer dari Jakarta, tempat saya lahir dan dibesarkan.
Melihat ke belakang, saya tak mampu merangkum pengalaman saya selama beberapa bulan ini dalam satu kalimat, apalagi satu kata. Saya kerap memilih untuk membalas pertanyaan “How’s Wesleyan” dengan jawaban singkat “a lot of fun! And a lot of work as well.” Tetapi kenyataannya ada lebih banyak cerita di balik 4 bulan pertama saya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, bukan hanya work dan fun.
Banyak orang yang telah menghiasi semester pertama saya di Wesleyan. Salah satunya faculty advisor saya, Professor Kauanui. Di Wesleyan, dan mungkin di sebagian besar perguruan tinggi di Amerika Serikat, proses mencocokan faculty advisor dengan mahasiswa selalu dianggap serius dan bukanlah proses sembarang pasang-memasangkan orang. Setiap mahasiswa punya karakteristik yang unik dan terpersonalisasi. Kebutuhan saya tentunya berbeda dengan kebutuhan roommate saya, contohnya. Roommate saya punya ketertarikan terhadap musik eksperimental dan astronomi, sedangkan saya lebih tertarik dengan permasalahan environmental justice di Tuvalu dan Kiribati serta kolonialisme modern di Pasifik.  Area yang menjadi minat kami berbeda, tentunya kami butuh faculty advisor yang berbeda pula. Bukanlah suatu keputusan yang bijak untuk memasangkan saya dengan seorang ahli astrofisikawan yang mengidolakan Einsturzende Neubaten, tapi sayangnya tidak tahu banyak tentang antropologi Polinesia.
Beberapa bulan sebelum berangkat ke Amerika Serikat, saya harus menyelesaikan daftar panjang first year orientation checklist, salah item yang harus saya kerjakan tepat waktu adalah first year pre-registration, yang mencakup biodata hingga pemilihan kelas untuk semester pertama. Saya juga harus mengerjakan serangkaian tulisan pendek yang menggambarkan diri saya, minat, dan rencana masa depan saya. Tulisan saya inilah yang menjadi dasar dalam memilih advisor yang tepat.
Faculty advisor saya adalah professor Antropologi dan American Studies, area penelitian beliau mencakup Kedaulatan Pribumi Hawaii, kolonialisme pendatang, perbandingan politik pribumi, percampuran rasial di Hawaii, dan diaspora orang Pasifik di Amerika Serikat. Ketika pertama kali membaca biografi beliau di website kampus saya, saya tau bahwa Wesleyan telah mencocokan saya dengan professor yang diharapkan mampu membantu mengembangkan minat saya. Dalam tulisan saya, saya mengelaborasikan minat saya terhadap studi Pasifik, dan keinginan saya untuk melakukan penelitian mengenai masalah lingkungan hidup di low-lying island countries. Saya juga menjelaskan ketertarikan saya pada ilmu antropologi, walaupun hingga saat ini saya belum yakin untuk menjadi anthropology major.
Professor Kauanui tak hanya menjadikan saya sebagai advisee, ada beberapa mahasiswa tahun pertama lainnya, termasuk satu mahasiswa yang akan belajar antropologi di Wesleyan dan mahasiswa keturunan French Polynesia-Amerika. Lumayan jelas bahwa setiap advisee punya kesamaan dengan Professor Kauanui.
Setiap advisor punya gaya sendiri-sendiri. Saya merasa cukup beruntung bahwa advisor saya sangat perhatian dan banyak membantu saya di semester pertama kuliah. Di Wesleyan, semua mahasiswa diharuskan untuk bertemu dengan advisor untuk memilih kelas tiap semesternya, tetapi setiap profesor punya office hours, dan mahasiswa bisa datang ke kantor mereka untuk bertanya tentang kelas, tentang tugas, atau hanya untuk mengobrol. Profesor Kauanui memotivasi kami untuk sering-sering berkomunikasi dengan beliau, alhasil sebagai mahasiswa semester pertama saya cukup sering datang ke kantornya untuk meminta nasihat.
Proses pemilihan kelas di Wesleyan, dan di universitas-universitas Amerika pada umumnya, cukup rumit, namun hampir semuanya dilakukan secara online, dimana para advisor bisa memonitor aktivitas mahasiswa secara real time. Dua minggu pertama kuliah, dikenal sebagai drop add period, mahasiswa bisa menambah atau mengurangi kelas ke jadwal mereka. Setiap mahasiswa memulai semester dengan 4 kelas (16 sks), dan mereka bisa drop kelas apabila mereka menganggap kelas tersebut tak cocok dengan ekspektasi mereka, dan mahasiswa-mahasiswi bisa add kelas apabila mereka yakin mereka mampu. Semua proses ini dilakukan secara online lewat electronic portfolio. Proses drop/add sangat mudah, only one click away, kemudian mahasiswa tinggal menunggu persutujuan advisor, yang juga dilakukan online. Namun kemudahan menambah dan mengurangi kelas ini sering disalahgunakan oleh mahasiswa, karena di periode singkat ini, tendensi untuk berprilaku impulsif cukup tinggi. Banyak yang tidak memikirkan masak-masak keputusan mereka tentang drop/add, sehingga mereka menyesal di kemudian hari, atau bahkan harus withdraw dari kelas yang mereka pilih.
Profesor Kauanui punya cara untuk mencegah hal ini terjadi. Beliau bukanlah salah satu profesor yang mudah memberi persetujuan, kami harus menjelaskan keputusan kami kepada beliau. Tapi beliau tak mau membuat kami repot mengkontak beliau, Professor Kauanui, layaknya profesor-profesor lain di kampus saya sangat aksesibel. Email adalah cara saya berkomunikasi dengan beliau secara efisien selama drop/add period. Beliau selalu merespon dengan cepat, dan beliau tak pernah lupa untuk memberi masukan positif kepada kami, meminta kami untuk selalu memikirkan keputusan kami matang-matang. Sayangnya, tak semua mahasiswa selalu mengikuti nasihat beliau (contohnya saya yang memutuskan untuk keluar dari kelas Intermediate Spanish, dan memilih untuk mengambil Spanish for High Beginners walaupun advisor saya memotivasi untuk menantang diri saya sendiri dengan mengambil kelas yang lebih sulit. Keputusan ini masih saya sesali hingga sekarang).
Selain urusan meilih kelas, mahasiswa bisa konsultasi apapun dengan advisor mereka. Professor Kauanui adalah orang yang memperkenalkan saya dengan jasa Career Center di kampus. Beliau membantu saya memulai rencana musim panas saya tahun ini, menjelaskan saya tentang magang dan riset di kampus.
Satu hal lagi yang membuat karakter advisor saya sangat menarik, beliau sangat aktif di kampus mengkampanyekan keadilan untuk Palestina. Ide-ide beliau selalu segar dan berbeda dengan kebanyakan pembina unit kegiatan mahasiswa, beliau sangat aktif terlibat dalam Students for Justice in Palestine.